Senin, Oktober 06, 2008

Musikologi

Pengantar: MUSIKOLOGI

Oleh Yosef Rafiqy[1]

"Semua aliran musik nggak ada yang harus direndahkan atau ditinggikan. Semua tumbuh secara berurutan, nggak ada yang dikalahkan atau hilang, semuanya mengalir ke setiap telinga dari kalbu kedamaian yang disusun dalam setiap syairnya, kebenaran dan kemanusiaan yang menggiringnya kemudian hinggaplah jiwa kepada penikmat dan sang kreatornya, maka musik itu ada dan indah didengar." ---Buletin RETAS edisi ke-13

Sebenarnya apa yang dikatakan orang tentang musik, memang itulah musik. Saya berani mengatakan bahwa musik, dari sudut manapun orang memandang, tidak telepas dari perspektif tone (baca: nada). Mainkan sebuah (atau sebunyi?) nada pada gitar Anda. Tanpa fret pada senar kelima, akan terdengar bunyi yang bergetar 440 Hz, orang menamakan itu adalah A (kalau saya tidak lupa). Sungguh luar biasa. Dari getaran itulah ribuan atau bahkan milyaran orang disuguhi alunan nada dari yang terkeras-tercepat sampai dengan terlembut-melambat. Dari maniak sampai yang benci sebenci-bencinya.

A. MUSIK Seperti Apa Sih?

Pada sesi ini, saya tidak ingin terjebak pada ewuh pakewuh definisi baik itu secara etimologis (harfiah) ataupun terminologis (maknawi). Musik berasal dari kata: mosuike (Prof. Shin Nakagawa; hal 1) yang berarti musik. Ataupun yang lebih ekstrim lagi berasal dari kata muse; dewi keindahan dalam mitotogi Yunani. Definisi di atas berasal dari bahasa Yunani. Loi berasal dari kata logos yang berarti bahasa atau ilmu. Jadi, musikologi adalah bahasa musik, bahasa keindahan.

B. Musikologi: Apa pula ini?

Dari term di atas disepakati bahwa musikologi adalah bahasa musik, atau bahasa keindahan adalah musik. Berbicara keindahan maka kita akan berbicara tentang sesuatu yang berbau estetika; sebuah kajian filsafat. Filsafat Estetika.

"Indah", ini pun sebuah kata yang ewuh pakewuh didefinisikan oleh para pemikir filsafat -lagi-lagi saya tidak mau terjebak pada term ini. Kira-kira begini, ada beberapa dimensi yang perlu diperhatikan ketika kita berbicara keindahan. Dimensi tersebut berasal dari dimensi spiritual sebagai `grand theory'-nya. Dari dimensi spiritual itu muncul tafsiran-tafsiran atau pengejawantahan yang berwujud visual (bersifat pandang), audio (bersifat dengar) dan audio-visul (bersifat pandang-dengar). Pada perspektif ini semua bisa terlibat. Bahwa manusia secara psikis mempunyai daya spiritual dan daya musikal.

Dimensi-dimensi tersebut mengejawantah pada tubuh manusia. Musik adalah ekspresi seni yang berpangkal pada tubuh. Musik terdiri atas suatu peredaran atau feedback (arus balik) dari membunyikan, mendengarkan, dan membunyikan kembali. Membuat musik sama artinya berdialog dengan tubuh. Jika kita sedang belajar musik, kita pasti menjadi sadar bahwa gerakan tubuh kita itu bukan gerakan tubuh kita sehari-hari. Gerakan tubuh ketika bermain musik pada dasarnya adalah akibat pertemuan aktif antara tubuh dengan dunia luar. Dalam kasus ini tubuh menghubungkan kita dengan dunia atau sebagai perantara yang akrab antara tubuh dengan dunia (Prof. Shin Nakagawa, hal. 47-42). Demikian, sehingga kita akrab dengan dunia yang memang tersendiri. Dunia Musik.


C.
Musikologi:Unsur-unsurnyaApa?

Membunyikan, mendengarkan, dan membunyikan kembali pada tesis Nakagawa di atas cukup menarik Karena pada unsur membunyikan juga terdapat unsur-unsur lain. Demikian seterusnya pada unsur mendengarkan dan membunyikan kembali. Unsur-unsur tersebut adalah unsur musik atau ­apa yang sering kita dengar dengan-dimensi musikalitas. Inilah musik. Musik adalah musik itu sendiri.

Bermain musik-saya kadang tidak setuju dengan istilah "bermain' karena konotasinya tidak serius, serampangan dan main-main-adalah bermain dengan unsur harmoni, melodi dan ritme (irama). Memainkan genre musik tertentu adalah memainkan ketiga unsur tersebut di atas, tetapi ada batas­-batas arbitrer yang membedakan antara "memainkan” dan “bermain”. Mari kita simak bagaimana “memainkan” itu.

  1. Dimensi Harmoni

Pada dimensi ini sub-unsurnya adalah:

a. Progresi. Ini menyangkut dengan bagaimana kita bisa memilih rhythm section yang sesuai dengan selera. Karena harmonisasi musik yang di-create akan memunculkan efek keindahan tertentu. Sebagai contoh, progresi musik blues selalu memilih progresi chord seventh. Pada Bossanova selalu terdapat major seventh. Inilah progresi harmoni.

b. Ekspresi. Lebih luas dari progresi dan sepertinya berkaitan dengan kreatifitas sang kreator. Progresi major seventh pada Bossanova sebagai contoh mengekspresikan ke­melankolik-an. Progresi diminished dan mungkin augmented pada beberapa lirik yang bertema "rindu dan ketidak-berdayaan" serasa terwakili. Inilah ekspresi musikalitas yang mewujudkan efek harmonis.

  1. Dimensi Melodi

Ini merupakan dimensi yang menurut hemat saya terpenting dalam membahasakan musik. Ketika sang penyair mengekspresikannya dengan kata-kata, maka musikus membahasakannya dengan musik. Pada unsur ini terdapat banyak sekali modes (mode, tangga nada). Urutan nada tertentu yang dimulai 'la’ dan diakhiri dengan 'la' lagi (A-a pada posisi C=do) memberikan efek minor atau sering dikenal denga tangga nada minor; modes minor. Formasi 're' sampai dengan `re' lagi (D-d pada C=do) disebut dengan modes lydian atau 'da mi na ti la da' pada pentatonik Sunda, memunculkan modes pelog, slendro dan madenda. Inilah yang dimaksud dengan interval, dengan sekian banyak derivatnya.

3. Dimensi Ritme atau Irama

Pada dimensi ini sang kreator akan bersinggungan dengan persoalan tempo, ketukan atau beat dengan dinamik tertentu. Beat 4/4 adalah beat yang sangat akrab di telinga pendengar karena relatif mudah memainkannya. Beat 3/4 lebih menekankan unsur mars pada komposisi tertentu. 2/4 lebih akrab pada telinga Merengue dan sebagainya. Presto dan Prestissimo lebih sering diusung oleh pemusik genre grindcore dan hardcore pada katagori core dan be-bop pada kategori jazz. Adagio dan lento dengan dominasi dinamik piano dan pianissimo sering dimainkan pada musisi slow beat pada genre soft jazz dan sebagainya.

Konsep dimensi tersebut akan menentukan nilai suatu komposisi. Unsur-unsur yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan. Komposisi tercipta berdasar dari dimensi tersebut., Dengan dimensi itu komposer dapat meliuk-liukkan nada, mengobrak-abrik beat dan meluluh-lantahkan efek harmoni. Memunculkan berbagai ragam bunyi-bunyian, kategori­-kategori dengan genre-genrenya dari yang idealis sampai kompromis, dari yang minimalis hingga big band dan sebagainya bahu-membahu meramaikan dunia ini. Dunia sebagai asal mula kontak kita dengan musik.


D. Lalu, Bagaimana Kita?

Ada sebuah kredo yang saya kutip dari buletin Retas edisi ke-13 yang berbunyi:

"Semua aliran musik nggak ada yang harus direndahkan atau ditinggikan. Semua tumbuh secara berurutan, nggak ada yang dikalahkan atau hilang, semuanya mengalir ke setiap telinga dari kalbu kedamaian yang disusun dalam setiap syairnya, kebenaran dan kemanusiaan yang menggiringnya kemudian hinggaplah jiwa kepada penikmat dan sang kreatornya, maka musik itu ada dan indah didengar."

Daftar Referensi

1. Pikiran saya

2. Prof. Shin Nakagawa, Musik dan Kosmos, Jakarta: 2000

Buletin RETAS Edisi ke-13


[1] Yosef Rafiqi adalah anggota PSM, Teater Syahid, dan vokalis.

Tidak ada komentar: